1. Menyalahkan anak
Siapa yg percaya dengan Tuhan? Siapa yg percaya bahwa Tuhan Maha Sempurna? Siapa yg percaya bahwa Yang Maha Sempurna menciptakan sesuatu yg bermasalah..?
Jika anda percaya bahwa Tuhan Yang Maha Sempurna menciptakan anak yg bermasalah maka teruslah menyalahkan anak.
Itulah mengapa saya sering membuat pertanyaan pada para orang tua dan guru;
Sebenarnya anak yg tidak bisa di didik atau kita yg tidak bisa mendidik...?
Apakah anak yg gagal belajar atau kita yg telah gagal mengajar...?
2. Menyalahkan diri sendiri
Siapa yg yakin kita terlahir tidak sempurna ? siapa yg yakin kita tidak bisa menjadi lebih baik..? Siapa yg yakin kita adalah orang yg gagal..? Maka teruslah menyalahkan diri sendiri tanpa ada solusi.
Padahal dulu waktu kecil kita adalah mahluk yg pantang menyerah, terus berusaha untuk menjadi lebih baik, dan selalu bangkit dari ke gagalan. Itulah mengapa setiap anak itu bisa berjalan...meskipun mereka terlahir hanya bisa terlentang, tapi tak satupun anak bayi setelah besar hanya bisa terlentang saja, melainkan bisa berjalan, berlari, melompat dan hampir apapun dilakukannya.
Jadi ketimbang terus menyalahkan diri sendiri, lebih baik mulai hari ini kita belajar dan terus mencari solusi dari setiap permasalah anak yg kita hadapi. Setiap ada usaha pasti ada jalan. Itu yg dulu saya alami sebelum menjadi seorang praktisi yg setiap hari berkecimpung dengan anak-anak.
3. Tidak Punya Cita-cita dan Tujuan Hidup
Sejak kecil anak terlahir dengan penuh keinginan, mimpi dan imaginasi yg luar biasa... pada saat kita kanak2 begitu banyak yg dia inginkan....saking banyaknya kita sebagai orang tua sering bingung kok banyak bener ya maunya. Namun sayangnya semakin tinggi kita bersekolah semua ke inginan itu semakin terlupakan oleh banyaknya PELAJARAN SEKOLAH, PR yg bertumpuk, test dan ujian2. Sehingga pada saat kita jadi orang tua dan berkelurga kita sudah tidak ingat lagi dan tidak lagi punya Tujuan Hidup serta cita-cita keluarga yg jelas.
Jika kita sebagai orang tua tidak lagi punya cita-cita dan Visi keluarga, sulit rasanya melahirkan anak2 yg punya Visi dan Cita-cita yg luar biasa. Melainkan hanya cita-cita sejuta umat. Yakni cita2 yg selalu di ucapkan setiap anak Indonesia jika di tanya ”Kalo besar kamu mau jadi apa sayang..?” Anda tahu pastikan apa jawabannya.
4. Ingin segalanya serba tersedia dan serba gratis
Pernahkah anda suatu malam berdoa meminta di berikan Rezeki financial dari Tuhan. Lalu suatu ketika tanpa usaha tiba2 jatuh dari langit sekarung uang di atas rumahnya...? Tidak ada apapun kita peroleh tanpa melalui usaha, sekecil apapun itu.
Banyak orang tua saat ini yang enggan sekali berusaha, jika di tawarkan untuk ikut berseminar sejuta alasan akan keluar, mulai dari mahal lah, jauh lah, tidak bermutu lah... tidak sempat lah..., kemudian di tawarkan untuk membaca buku, selalu muncul pertanyaan dimana ya bisa di dapatkan..? padahal jelas buku itu tentu saja adanya di toko buku, jika tidak ada di toko buku konvensional, ya temukan di toko buku on line...tapi banyak orang tua yg bertanya sebelum berusaha mencari, temukan via google dsb... banyak jalan menemukan apapun jika kita mau berusaha.
5. Mengabaikan hal-hal kecil
Ah... namanya juga anak2 itu biasa...., itu ucapan orang tua suatu ketika yg anaknya memukul anak lain di sekolah. Ah namanya juga anak laki2 biasa nanti juga akur lagi... itu yg terjadi ketika kakak dan adik bertengkar hebat di rumah.
Ketika anaknya mulai besar maka mulailah yg di lawan secara fisik adalah orang tuanya sendiri.... dan barulah pada saat itu mulai terkaget2 dan terpancing emosi.
Ya...tentu saja wajar karena sejak kecil anaknya di didik seperti itu, itulah buah dari mengabaikan hal-hal kecil dalam keseharian.
6. Suka membanding-bandingkan, Merasa paling benar dan suka memaksa anak....
Suatu hari ada seorang ibu membawa anaknya yang kira-kira berusia 4 tahun untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun temannya; pestanya berlangsung sangat meriah; namun si orang ibu ini terus mengkomplain anaknya yang katanya tidak berani tampil dan pemalu.
Setiap diadakan perlombaan selalu ia mendorong-dorong anaknya untuk ikutan; namun sianak tetap saja enggan untuk ikut. Kalapun terpaksa ikut anak ini kerap kali selalu kalah atau berada pada urutan terakhir dari perlombaan.
Si ibu yang penuh ambisi ini sepertinya merasa kecewa dengan tingkah laku anaknya yang demikian. Lalu dia menceritakan betapa hebatnya ia waktu masih seusia anaknya dulu. Ia bercerita bahwa dulu dirinya selalu berani mengikuti lomba; ia juga selalu menang dalam setiap perlombaan. Dia terus saja bercerita; dan terus membandingkan kehebatan dirinya dengan anaknya.
Sampai akhirnya pestapun usai; pada saat hendak pulang tiba-tiba si tuan rumah menghampirinya….Hallo sayang.... terima kasih ya telah hadir diacara kami.... oh iya.... ini sebelum pulang kamu boleh ambil permen ini ayo silahkan ambil; ambilah dengan kedua tanganmu agar kamu dapat banyak. Namun si anak diam saja sambil menatap pemen itu. Si orang tua mulai gusar dan meminta anaknya untuk mengambil permen dengan kedua tangannya; namun kembali si anak tetap diam sambil menatap permen-permen itu. Sampai akhirnya si tuan rumah mengambilkan permen itu dengan tangannya sendiri.
Sesampainya dirumah siorang tua kecewa dan mengeluh sambil mengomel; dia berkata begini; Dasar kamu ini ya...., Cuma diminta ambil permen saja kok ya tidak berani; mau jadi apa kamu nanti; namun diluar dugaannya anaknya tiba-tiba menjawab; aku bukan tidak berani mengambil mami tapi aku ingin mendapatkan permannya lebih banyak; tangankukan kecil sedangkan tangan Tante tadikan jauh lebih besar; jadi aku tunggu saja biar dia yang mengambilkan untukku.
Begitulah kita para orang tua sering kali menghakimi anak kita dengan asumsi dan presepsi-presepsi kita yang sering kali sangat dangkal, padahal dibalik semua prilaku anak kita sering kali terdapat alasan yang luar biasa hebat dan kritisnya yang terkadang membuat kita berdecak kagum; Kok bisa ya anak sekecil ini berpikir sekritis itu......
Kita semua adalah orang tua yg tidak pernah sekolah jadi orang tua, jadi janganlah merasa paling benar sendiri, dan marilah kita belajar dan terus belajar untuk menjadi lebih baik.
7. Merasa paling sukses dan sukses adalah versi dirinya
Coba ingat2 apakah kunci pintu kita zaman dulu bisa untuk membuka pintu dengan kunci zaman sekarang. Coba ada perhatikan apakah kunci pintu belakang bisa untuk membuka pintu depan anda. Dan apakah kunci kamar anda bisa membuka pintu kamar anak anda...
Setiap pintu dan kamar punya kuncinya sendiri, setiap anak punya definisi suksesnya sendiri, punya profesi suksesnya sendiri dan punya cara yg berbeda untuk meraih kesukseannya.
Contoh konkret sudah banyak yg bisa kita lihat langsung seperti seorang Dokter yg lebih suka menjadi pemain sinetron, Seorang Dokter yg lebih suka menjadi musisi, Seorang ekonom yg lebih memilih jalur seni dan mendapat karpet merah di berbagai negera dari jalur seni yg di pilihnya. Mengapa semua ini bisa terjadi...? jika di telusuri semuanya di sebabkan karena mereka dulu memilih jalur karena di paksa oleh orang tuanya dengan konsep sukses menurut orang tuanya.
Jika ada di antara kita yg saat ini tidak bahagia dengan profesi yg kita geluti karena memenuhi keinginan orang tua dengan konsep sukses orang tua kita. Akankah kita mengulangi cara yg sama pada anak-anak kita tercinta...?
Mari kita renungkan....
Siapa yg percaya dengan Tuhan? Siapa yg percaya bahwa Tuhan Maha Sempurna? Siapa yg percaya bahwa Yang Maha Sempurna menciptakan sesuatu yg bermasalah..?
Jika anda percaya bahwa Tuhan Yang Maha Sempurna menciptakan anak yg bermasalah maka teruslah menyalahkan anak.
Itulah mengapa saya sering membuat pertanyaan pada para orang tua dan guru;
Sebenarnya anak yg tidak bisa di didik atau kita yg tidak bisa mendidik...?
Apakah anak yg gagal belajar atau kita yg telah gagal mengajar...?
2. Menyalahkan diri sendiri
Siapa yg yakin kita terlahir tidak sempurna ? siapa yg yakin kita tidak bisa menjadi lebih baik..? Siapa yg yakin kita adalah orang yg gagal..? Maka teruslah menyalahkan diri sendiri tanpa ada solusi.
Padahal dulu waktu kecil kita adalah mahluk yg pantang menyerah, terus berusaha untuk menjadi lebih baik, dan selalu bangkit dari ke gagalan. Itulah mengapa setiap anak itu bisa berjalan...meskipun mereka terlahir hanya bisa terlentang, tapi tak satupun anak bayi setelah besar hanya bisa terlentang saja, melainkan bisa berjalan, berlari, melompat dan hampir apapun dilakukannya.
Jadi ketimbang terus menyalahkan diri sendiri, lebih baik mulai hari ini kita belajar dan terus mencari solusi dari setiap permasalah anak yg kita hadapi. Setiap ada usaha pasti ada jalan. Itu yg dulu saya alami sebelum menjadi seorang praktisi yg setiap hari berkecimpung dengan anak-anak.
3. Tidak Punya Cita-cita dan Tujuan Hidup
Sejak kecil anak terlahir dengan penuh keinginan, mimpi dan imaginasi yg luar biasa... pada saat kita kanak2 begitu banyak yg dia inginkan....saking banyaknya kita sebagai orang tua sering bingung kok banyak bener ya maunya. Namun sayangnya semakin tinggi kita bersekolah semua ke inginan itu semakin terlupakan oleh banyaknya PELAJARAN SEKOLAH, PR yg bertumpuk, test dan ujian2. Sehingga pada saat kita jadi orang tua dan berkelurga kita sudah tidak ingat lagi dan tidak lagi punya Tujuan Hidup serta cita-cita keluarga yg jelas.
Jika kita sebagai orang tua tidak lagi punya cita-cita dan Visi keluarga, sulit rasanya melahirkan anak2 yg punya Visi dan Cita-cita yg luar biasa. Melainkan hanya cita-cita sejuta umat. Yakni cita2 yg selalu di ucapkan setiap anak Indonesia jika di tanya ”Kalo besar kamu mau jadi apa sayang..?” Anda tahu pastikan apa jawabannya.
4. Ingin segalanya serba tersedia dan serba gratis
Pernahkah anda suatu malam berdoa meminta di berikan Rezeki financial dari Tuhan. Lalu suatu ketika tanpa usaha tiba2 jatuh dari langit sekarung uang di atas rumahnya...? Tidak ada apapun kita peroleh tanpa melalui usaha, sekecil apapun itu.
Banyak orang tua saat ini yang enggan sekali berusaha, jika di tawarkan untuk ikut berseminar sejuta alasan akan keluar, mulai dari mahal lah, jauh lah, tidak bermutu lah... tidak sempat lah..., kemudian di tawarkan untuk membaca buku, selalu muncul pertanyaan dimana ya bisa di dapatkan..? padahal jelas buku itu tentu saja adanya di toko buku, jika tidak ada di toko buku konvensional, ya temukan di toko buku on line...tapi banyak orang tua yg bertanya sebelum berusaha mencari, temukan via google dsb... banyak jalan menemukan apapun jika kita mau berusaha.
5. Mengabaikan hal-hal kecil
Ah... namanya juga anak2 itu biasa...., itu ucapan orang tua suatu ketika yg anaknya memukul anak lain di sekolah. Ah namanya juga anak laki2 biasa nanti juga akur lagi... itu yg terjadi ketika kakak dan adik bertengkar hebat di rumah.
Ketika anaknya mulai besar maka mulailah yg di lawan secara fisik adalah orang tuanya sendiri.... dan barulah pada saat itu mulai terkaget2 dan terpancing emosi.
Ya...tentu saja wajar karena sejak kecil anaknya di didik seperti itu, itulah buah dari mengabaikan hal-hal kecil dalam keseharian.
6. Suka membanding-bandingkan, Merasa paling benar dan suka memaksa anak....
Suatu hari ada seorang ibu membawa anaknya yang kira-kira berusia 4 tahun untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun temannya; pestanya berlangsung sangat meriah; namun si orang ibu ini terus mengkomplain anaknya yang katanya tidak berani tampil dan pemalu.
Setiap diadakan perlombaan selalu ia mendorong-dorong anaknya untuk ikutan; namun sianak tetap saja enggan untuk ikut. Kalapun terpaksa ikut anak ini kerap kali selalu kalah atau berada pada urutan terakhir dari perlombaan.
Si ibu yang penuh ambisi ini sepertinya merasa kecewa dengan tingkah laku anaknya yang demikian. Lalu dia menceritakan betapa hebatnya ia waktu masih seusia anaknya dulu. Ia bercerita bahwa dulu dirinya selalu berani mengikuti lomba; ia juga selalu menang dalam setiap perlombaan. Dia terus saja bercerita; dan terus membandingkan kehebatan dirinya dengan anaknya.
Sampai akhirnya pestapun usai; pada saat hendak pulang tiba-tiba si tuan rumah menghampirinya….Hallo sayang.... terima kasih ya telah hadir diacara kami.... oh iya.... ini sebelum pulang kamu boleh ambil permen ini ayo silahkan ambil; ambilah dengan kedua tanganmu agar kamu dapat banyak. Namun si anak diam saja sambil menatap pemen itu. Si orang tua mulai gusar dan meminta anaknya untuk mengambil permen dengan kedua tangannya; namun kembali si anak tetap diam sambil menatap permen-permen itu. Sampai akhirnya si tuan rumah mengambilkan permen itu dengan tangannya sendiri.
Sesampainya dirumah siorang tua kecewa dan mengeluh sambil mengomel; dia berkata begini; Dasar kamu ini ya...., Cuma diminta ambil permen saja kok ya tidak berani; mau jadi apa kamu nanti; namun diluar dugaannya anaknya tiba-tiba menjawab; aku bukan tidak berani mengambil mami tapi aku ingin mendapatkan permannya lebih banyak; tangankukan kecil sedangkan tangan Tante tadikan jauh lebih besar; jadi aku tunggu saja biar dia yang mengambilkan untukku.
Begitulah kita para orang tua sering kali menghakimi anak kita dengan asumsi dan presepsi-presepsi kita yang sering kali sangat dangkal, padahal dibalik semua prilaku anak kita sering kali terdapat alasan yang luar biasa hebat dan kritisnya yang terkadang membuat kita berdecak kagum; Kok bisa ya anak sekecil ini berpikir sekritis itu......
Kita semua adalah orang tua yg tidak pernah sekolah jadi orang tua, jadi janganlah merasa paling benar sendiri, dan marilah kita belajar dan terus belajar untuk menjadi lebih baik.
7. Merasa paling sukses dan sukses adalah versi dirinya
Coba ingat2 apakah kunci pintu kita zaman dulu bisa untuk membuka pintu dengan kunci zaman sekarang. Coba ada perhatikan apakah kunci pintu belakang bisa untuk membuka pintu depan anda. Dan apakah kunci kamar anda bisa membuka pintu kamar anak anda...
Setiap pintu dan kamar punya kuncinya sendiri, setiap anak punya definisi suksesnya sendiri, punya profesi suksesnya sendiri dan punya cara yg berbeda untuk meraih kesukseannya.
Contoh konkret sudah banyak yg bisa kita lihat langsung seperti seorang Dokter yg lebih suka menjadi pemain sinetron, Seorang Dokter yg lebih suka menjadi musisi, Seorang ekonom yg lebih memilih jalur seni dan mendapat karpet merah di berbagai negera dari jalur seni yg di pilihnya. Mengapa semua ini bisa terjadi...? jika di telusuri semuanya di sebabkan karena mereka dulu memilih jalur karena di paksa oleh orang tuanya dengan konsep sukses menurut orang tuanya.
Jika ada di antara kita yg saat ini tidak bahagia dengan profesi yg kita geluti karena memenuhi keinginan orang tua dengan konsep sukses orang tua kita. Akankah kita mengulangi cara yg sama pada anak-anak kita tercinta...?
Mari kita renungkan....
No comments:
Post a Comment